Fatayat NU Kota Bandung hadir sebagai wadah pemberdayaan perempuan muda Muslimah, mengusung semangat keadaban, kebudayaan, dan kemajuan. Bersama, kita ciptakan perubahan positif melalui pendidikan, sosial, dan dakwah yang berlandaskan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.
Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU) didirikan pada 24 April 1950 (7 Rajab 1369 H) di Surabaya. Organisasi ini merupakan salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang ditujukan untuk perempuan muda NU, dengan fokus pada pemberdayaan perempuan dalam berbagai bidang.
Fatayat NU berawal dari keterlibatan pelajar putri Madrasah Tsanawiyah (MTs) NU Surabaya dalam kepanitiaan Muktamar Ke-15 NU pada tahun 1940.
Pada tahun 1948, "Tiga Serangkai" yaitu Chuzaimah Mansur, Aminah Mansur, dan Murthosiyah memulai konsolidasi pemudi NU di Jawa Timur.
Fatayat NU diakui secara resmi oleh PBNU melalui Surat Keputusan pada 14 Februari 1950, dan kemudian disahkan sebagai badan otonom dalam Muktamar Ke-18 NU.
Fatayat NU memiliki berbagai program unggulan yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan dakwah.
Meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di masyarakat melalui pelatihan kepemimpinan yang komprehensif.
Pendampingan perempuan muda dalam menghadapi isu kekerasan dalam rumah tangga dan perdagangan manusia.
Santunan anak yatim dan penggalangan dana untuk amal sebagai bentuk kepedulian sosial Fatayat NU.
Temukan semangat perjuangan dan visi para tokoh perempuan yang pernah memimpin Fatayat NU. Dari masa ke masa, mereka telah memberikan inspirasi melalui kata-kata bijak yang menggugah, memberdayakan, dan membawa perubahan positif bagi perempuan muda dan masyarakat.
1950–1952
"Fatayat NU adalah bukti bahwa perempuan muda Muslimah mampu menjadi garda terdepan dalam membangun bangsa. Dengan semangat, kerja keras, dan keimanan, kita bisa menciptakan perubahan yang bermakna bagi umat."
1952–1956
"Pendidikan adalah cahaya yang menerangi jalan kehidupan. Perempuan yang terdidik tidak hanya membawa manfaat bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarganya, masyarakatnya, dan agamanya."
1956–1959
"Dakwah bukan hanya berbicara di mimbar, tetapi juga melalui tindakan nyata yang memberdayakan perempuan dan membantu mereka menghadapi tantangan kehidupan."
1959–1962
"Ketika perempuan bangkit, seluruh umat ikut bangkit. Kebangkitan perempuan adalah awal dari kebangkitan sebuah bangsa."
1962–1979
"Fatayat NU harus menjadi cahaya harapan bagi perempuan yang terpinggirkan. Kita ada untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang mereka hadapi."
1979–1989
"Riyadhoh dan kerja keras adalah kunci keberhasilan dalam perjuangan kita. Dengan kekuatan doa, kita memohon petunjuk Allah untuk setiap langkah yang kita ambil."
1989–2000
"Fatayat NU harus menjadi motor penggerak perubahan sosial yang membawa manfaat bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali."
2000–2010
"Kesetaraan gender bukanlah melawan kodrat, tetapi memahami bahwa Islam memberikan hak kepada perempuan untuk berkembang sesuai potensi mereka tanpa melupakan peran sebagai hamba Allah."
2010–2015
"Kemandirian ekonomi adalah langkah awal menuju kemandirian secara keseluruhan. Ketika perempuan mandiri secara ekonomi, mereka akan lebih percaya diri dalam mengambil peran penting di masyarakat."
2015–2022
"Fatayat NU harus adaptif terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai organisasi berbasis nilai keislaman. Inovasi adalah kunci untuk tetap relevan di tengah tantangan modernitas."
2022–sekarang
"Perempuan muda harus menjadi agen transformasi sosial yang inklusif dan progresif, membawa nilai-nilai Islam ke dalam setiap aspek kehidupan dengan cara yang relevan dan solutif."
Tokoh Fatayat NU
"Perempuan NU harus memiliki keberanian untuk memimpin dan membawa perubahan positif di masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah."